ist-pasion.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang menjadi simbol perjuangan Indonesia dalam memberantas korupsi, kini menghadapi tantangan besar terkait integritas dan efektivitasnya. Beberapa peristiwa belakangan ini telah menimbulkan keraguan terhadap integritas pimpinan KPK, khususnya dalam hal etika dan kepemimpinan.
Pada April 2023, Brigadir Jenderal (Brigjen) Pol Endar Priantoro, mantan Direktur Penyidikan KPK, mengajukan keluhan terhadap Ketua KPK Firli Bahuri terkait pemecatannya dari jabatan. Endar menuduh bahwa pemecatannya tidak adil dan melanggar peraturan kepegawaian KPK. Ketua Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean, membenarkan bahwa keluhan Endar telah diterima dan akan diperiksa secara menyeluruh oleh anggota dewan sebelum tindakan lebih lanjut diambil.
Pemecatan Endar telah memicu perdebatan signifikan. Azmi Syahputra, dosen hukum pidana Universitas Trisakti, mengkritik keputusan Firli, menyatakan bahwa tindakan tersebut menunjukkan kurangnya rasa hormat terhadap institusi Polri. Azmi berpendapat bahwa tindakan Firli bertentangan dengan peraturan KPK yang ada, khususnya Peraturan KPK No. 1 Tahun 2022 tentang Manajemen Kepegawaian KPK.
Masalah pelanggaran etika di KPK bukanlah hal baru. Pada 2021, Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar terbukti melakukan pelanggaran etika karena berkomunikasi dengan pihak yang terlibat dalam kasus yang sedang diselidiki oleh KPK. Insiden ini sangat merusak integritas komisi dan menimbulkan tuntutan agar ia mengundurkan diri. Mantan pemimpin KPK, Bambang Widjojanto, menekankan perlunya sistem yang kuat untuk menjaga integritas pemimpin KPK, menyarankan bahwa pelanggaran etika harus mengakibatkan konsekuensi yang lebih berat, termasuk pemecatan.
Dewan Pengawas (Dewas) memainkan peran penting dalam mengawasi operasional KPK dan memastikan bahwa pemimpinnya mematuhi standar etika. Menurut Pasal 37B Undang-Undang KPK, Dewas bertanggung jawab untuk mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK, memberikan atau menolak izin untuk penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan, serta menangani laporan pelanggaran etika oleh pejabat KPK.
Meskipun perannya sangat penting, Dewas telah menghadapi kritik terkait penanganan pelanggaran etika. Misalnya, keputusan situs judi bola untuk memberikan potongan gaji sebesar 40% selama 12 bulan kepada Lili Pintauli dianggap tidak cukup oleh beberapa pihak, termasuk mantan pemimpin KPK Saut Situmorang, yang berpendapat bahwa sanksi semacam itu tidak efektif mencegah pelanggaran di masa depan.
Kepercayaan publik terhadap KPK telah menurun. Survei yang dilakukan oleh Litbang Kompas pada 2022 menunjukkan bahwa hanya 43,7% responden yang puas dengan kinerja KPK, sementara 48,2% menyatakan ketidakpuasan. Penurunan kepercayaan ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk penurunan jumlah operasi, kontroversi yang melibatkan pemimpin KPK, dan persepsi kurangnya transparansi dan independensi.
Pengangkatan pemimpin baru KPK pada Desember 2024 belum menghilangkan kekhawatiran publik. Banyak yang skeptis terhadap kemampuan kepemimpinan baru untuk memberantas korupsi secara efektif, mengingat tantangan historis dan masalah etika yang telah merusak institusi ini.
Perjalanan KPK dalam memberantas korupsi dipenuhi tantangan, khususnya terkait etika dan kepemimpinan. Pemecatan Endar Priantoro dan pelanggaran etika Lili Pintauli menunjukkan perlunya pengawasan ketat dan akuntabilitas dalam institusi ini. Peran Dewas sangat penting dalam menjaga integritas KPK, tetapi harus bertindak tegas dan transparan untuk memulihkan kepercayaan publik. Seiring dengan perjuangan Indonesia melawan korupsi, efektivitas dan kredibilitas KPK akan bergantung pada kemampuannya untuk mengatasi masalah internal ini dan memegang teguh standar etika tertinggi.